KELOLA SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK DUKUNG URBAN FARMING BERKELANJUTAN
Timbunan Sampah terutama di kota besar seperti Surabaya, dengan pengelolaan yang kurang baik akan menimbulkan masalah mulai dari kebersihan lingkungan, polusi gas metan, dan timbulnya beberapa vektor penyakit serta gangguan pernafasan. Berkembangnya vektor penyakit seperti lalat dan tikus menyebabkan gangguan pencernaan. Demikian halnya nyamuk akan menimbulkan penyakit demam berdarah. Menurut Satrio Pangarso, dkk., Harian Hompas https://www.kompas.id, 20 Mei 2022, gas metana yang dihasilkan oleh 12 juta ton sampah makanan di Indonesia akan menghasilkan setara emisi gas karbondioksida CO2 yang dihasilkan oleh 5,45 juta unit mobil. Kondisi ini akan mengancam bumi yang kita huni.
Guna mengurangi volume timbunan sampah, terutama yang sulit didaur ulang, diterbitkannya Perwali kota Surabaya No. 16 Tahun 2022. Isinya tentang pengurangan dan pembatasan penggunaan kantong plastik di kota Surabaya. Implementasi Perwali Kota Surabaya tersebut menurunkan sampah palstik secara signifikan, namun meningkatkan sampah organik. Data Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya pada 6 Juli 2023, mencatat timbunan sampah di pembuangan akhir (TPA) Benowo sekitar 1.600 ton/hari. Dari volume tersebut, 60 % atau setara dengan 1.020 ton/hari. Pada 19 Nov 2023 terjadi peningkatan volume, Pemkot Surabaya mencatat Jumlah sampah dari aktivitas manusia per harinya mencapai 1.700 ton.
Fenomena ini perlu penanganan serius dan terukur serta berkelanjutan dengan melibatkan semua pihak. Untuk tujuan tersebut DKPP Kota Surabaya menyelenggarakan Kegiatan “Pengelolaan Sampah Rumah Tangga untuk Budidaya Pertanian Urban Farming Berkelanjutan”. Kegiatan diawali dengan Bimbingan Teknis bagi para penyuluh yang yang memiliki wilayah binaan masyarakat urban farming yang tersebar di 11 kecamatan. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 2024, dan untuk implementasinya akan dilakukan di bulan Juni 2024. Dalam penyelenggaraan tersebut, DKPP Kota Surabaya berkolaborasi dengan BPSIP Jawa Timur. Dr. Atekan selaku Kepala BPSIP Jatim menugaskan Ir. Tini Siniati Koesno, MSi., yang memiliki kompetensi bertindak sebagai narasumber.
Sebagai lembaga Penerapan Standar Instrumen Pertanian, maka dalam penyajian materi pengelolaan sampah, menggunakan SNI 3242:2008. Materinya meliputi tata cara pengelolaan sampah di pemukiman dengan menerapkan 3R (reuse, reduce dan rycycling) dengan melibatkan masyarakat sumber sampah. Dalam pengelolaannya masyarakat terlibat mulai dari pemilahan sampah organik dan an-organik. Sampah organik diolah dengan menggunakan komposter, menjadi pupuk organiak, kemudian digunakan untuk kegiatan urban farming. Dengan demikian akan mengurangi timbulan sampah di lingkungan sekitar, juga di TPA.
Dalam bimtek disampaikan pula cara memperkirakan volume timbulan sampah, apabila penyuluh belum pernah melakukan sampling. SNI 3242-2008 dapat memperkirakan besarnya sampah organik yang ditimbulkan per warga. Untuk Kota Kecil diperkirakan 2,5 liter/orang/hari, setara 0,5 – 0,73 kg/org/hr. Untuk Kota Besar 3 liter/orang/hari, setara 0,6 – 0,9 kg/org/hr. Perhitungan tersebut menggunakan asumsi berat jenis sampah 200-300 kg/m3 (0.2 – 0.3 kg/liter).
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dalam pengelolaan sampah yang dimulai dari rumah tangga yang dihuni 4 orang per keluarga akan menghasilkan pupuk organik 700-1.051 kilogram per tahun. Pupuk organik yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sebagai media tanam usahatani perkotaan (urban farming), untuk mengisi 14 - 21 polybag.
Dengan dipahaminya materi pengelolaan sampah organik rumah tangga oleh setiap peserta bimtek, yakni 25 orang penyuluh dari 11 kecamatan, maka timbunan sampah organik di TPA Benowo akan menurun secara signifikan. Pupuk organik sebagai media tanam akan terus tersedia untuk memenuhi keberkelanjutan usahatani urban farming di kota Surabaya.